Metode ini sangat cocok untuk menyelesaikan kasus data rasio menjadi
data numerik yang diolah sehingga menjdapatkan data yang terbaik.
METODA AHP
Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum mengenai pengukuran [3]. Empat macam skala pengukuran yang biasanya digunakan secara berurutan adalah skala nominal, ordinal, interval dan rasio. Skala yang lebih tinggi dapat dikategorikan menjadi skala yang lebih rendah, namun tidak sebaliknya. Pendapat-an per bulan yang berskala rasio dapat dikategorikan menjadi tingkat pendapatan yang berskala ordinal atau kategori (tinggi, menengah, rendah) yang berskala nominal. Sebaliknya jika pada saat dilakukan pengukuran data yang diperoleh adalah kategori atau ordinal, data yang berskala lebih tinggi tidak dapat diperoleh. AHP mengatasi sebagian permasalahan itu.
AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relative dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan. Dengan demikian metoda ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, prilaku dan kepercayaan.
Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarkiterdapat tujuan utama, kriteria-kriteria, sub kriteria-sub kriteria dan alternatif-alternatif yang akan dibahas. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigenvektor utama atau fungsi-eigen. Matrik tersebut berciri positif dan berbalikan, yakni aij = 1/ aji
Gambar 1 menunjukkan stuktur hirarki dari kasus permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan moda transportasi ke kampus berdasarkan keempat faktor. Penetapan faktorfaktor yang berpengaruh didasarkan atas berbagai studi sebelumnya [5, 6]. Penjelasan lebih rinci tentang pengertian faktor-faktor dan alternatif pada gambar 1 akan dibahas pada bab Metodologi.
Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi. Level 1 merupakan tujuan dari penelitian yakni memilih alternatif moda yang tertera pada level 3. Faktorfaktor pada level 2 diukur dengan perbandingan berpasangan berarah ke level 1. Misalnya didalam memilih moda, mana yang lebih penting antara faktor Aman dan Nyaman? Mana yang lebih penting antara faktor Aman dan Biaya, Aman dan Waktu, Nyaman dan Biaya dan seterusnya. Mengingat faktor-faktor tersebut diukur secara relatif antara satu dengan yang lain, skala pengukuran relatif 1 hingga 9, seperti yang tertera dalam tabel 1, diusulkan untuk dipakai oleh Saaty [3,4].
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level 2 yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sbb.:
Jika nilai elemen yang dibandingkan sangat dekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.[3,4].
Tabel 2. Contoh Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor.
Pada contoh di tabel 3, responden tersebut menilai faktor waktu sebagai
faktor utama, menyusul biaya, keamanan dan kenyaman. Baginya, faktor
waktu adalah 49.43/14.73 = 3.35 kali lebih penting dari factor keamanan,
dan faktor keamanan 14.73/4.49 = 3.28 kali lebih penting dari
kenyamanan.
KONSISTENSI AHP
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor I terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuk semua i,j,k maka matrix tersebut konsisten.
Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu factor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistensi jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar.
Saaty [4] telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus
CI = Alfa maksimum -n / n -1
dimana :
C.I = Indek konsistensi
λmaksimum = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vektor utama. Sebagai contoh, menggunakan tabel 2 dan tabel 3, nilai eigen terbesar yang
diperoleh: CI = 4.16810 -4 / 4-1 = 0.05603
λmaksimum = 8.2 x 0.14732 + 21 x 0.04494 + 3.47619 x 0.31338 + 1.875 x 0.49436 = 4.16810
Karena matrix berordo 4 (yakni terdiri dari 4 faktor) , nilai indek konsistensi yang diperoleh:
Apabila C.I bernilai nol, berarti matrik konsisten. batas ketidakkonsistensi yang ditetapkan Saaty, diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam tabel 4. Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Dengan demikian, Rasio konsistensi dapat dirumuskan:
CR = CI/RI
Tabel 4. Nilai Pembangkit Random (R.I.)
Sebagai contoh, melanjutkan nilai-nilai dari responden yang tertera dalam tabel 2, nilai CR :
CR = 0.05603/0.90 = 0.06226
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. Perhitungan diatas dilanjutkan untuk level 3, sehingga diperoleh nilai eigenvektor utama dan C.R. pada setiap level dapat diperoleh. Bobot komposit dipergunakan untuk menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Rata-rata geometri digunakan untuk merata-rata hasil akhir dari beberapa responden. Program Expert Choice [7] merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu perhitungan dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP).
Kode programnya (dalam Matlab) :
function [EV, CR] = ahp(X)
% Jika msg = 1 maka ditampilkan waktu, jika 0 maka tidak
msg = 1;
% ———————————————————
[y, m, d, h1, m1, s1] = datevec(now);
% ———————————————————
% Menjumlah matrik per kolom
jml=sum(X);
n = size(X,1);
% membagi tiap nilai dengan jumlah nilai kolomnya
MatVec=zeros(size(X,1));
for x = 1:n
for y = 1:n
MatVec(x,y) = X(x,y) / jml(1,y);
end
end
% Eigen vector dihitung dengan jumlah per baris
EV = sum(MatVec’);
EV = EV / n;
% MENGHITUNG KONSISTENSI RASIO
% Menghitung Lambda Maksimum
LambdaMax = 0;
for x = 1:n
LambdaMax = LambdaMax + jml(x) * EV (x);
end
% Menghitung CI (Indeks Maksimum)
CI = (LambdaMax – n) / (n – 1);
% Konstanta Pembangkit Random (RI)
% nilai dari indek merupakan nilai
RI = [0;0;0.58;0.9;1.12;1.24;1.32;1.41;1.45;1.49];
% Hitung Konstanta Rasio, Jika kurang dari 10% maka kekonsistenan
% jawaban masih dapat diterima
CR = CI / RI(n);
% ———————————————————
% Hitung selisih waktu
[y, m, d, h2, m2, s2] = datevec(now);
s=0;
s=double(s);
[ h, m, s] = difftime(h1,m1,s1,h2,m2,s2);
if msg == 1
fprintf(‘Waktu yang digunakan %d:%d:%0.4f\n’,h,m,s)
end;
% ———————————————————
function [h, m, s] = difftime(h1,m1,s1,h2,m2,s2)
s = 0;
s = double(s);
if (s2 >= s1)
s = s2-s1;
else
s2 = s2 + 60;
s = s2-s1;
m2 = m2 – 1
end;
if (m2 >= m1)
m = m2-m1;
else
m2 = m2 + 60;
m = m2-m1;
h2 = h2 – 1
end;
h = h2 – h1;
% ———————————————————
Sumber : http://myteks.wordpress.com/2010/02/01/analitical-hierarchie-process-ahp/
METODA AHP
Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum mengenai pengukuran [3]. Empat macam skala pengukuran yang biasanya digunakan secara berurutan adalah skala nominal, ordinal, interval dan rasio. Skala yang lebih tinggi dapat dikategorikan menjadi skala yang lebih rendah, namun tidak sebaliknya. Pendapat-an per bulan yang berskala rasio dapat dikategorikan menjadi tingkat pendapatan yang berskala ordinal atau kategori (tinggi, menengah, rendah) yang berskala nominal. Sebaliknya jika pada saat dilakukan pengukuran data yang diperoleh adalah kategori atau ordinal, data yang berskala lebih tinggi tidak dapat diperoleh. AHP mengatasi sebagian permasalahan itu.
AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relative dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan. Dengan demikian metoda ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, prilaku dan kepercayaan.
Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarkiterdapat tujuan utama, kriteria-kriteria, sub kriteria-sub kriteria dan alternatif-alternatif yang akan dibahas. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigenvektor utama atau fungsi-eigen. Matrik tersebut berciri positif dan berbalikan, yakni aij = 1/ aji
Gambar 1 menunjukkan stuktur hirarki dari kasus permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan moda transportasi ke kampus berdasarkan keempat faktor. Penetapan faktorfaktor yang berpengaruh didasarkan atas berbagai studi sebelumnya [5, 6]. Penjelasan lebih rinci tentang pengertian faktor-faktor dan alternatif pada gambar 1 akan dibahas pada bab Metodologi.
Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi. Level 1 merupakan tujuan dari penelitian yakni memilih alternatif moda yang tertera pada level 3. Faktorfaktor pada level 2 diukur dengan perbandingan berpasangan berarah ke level 1. Misalnya didalam memilih moda, mana yang lebih penting antara faktor Aman dan Nyaman? Mana yang lebih penting antara faktor Aman dan Biaya, Aman dan Waktu, Nyaman dan Biaya dan seterusnya. Mengingat faktor-faktor tersebut diukur secara relatif antara satu dengan yang lain, skala pengukuran relatif 1 hingga 9, seperti yang tertera dalam tabel 1, diusulkan untuk dipakai oleh Saaty [3,4].
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level 2 yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sbb.:
Jika nilai elemen yang dibandingkan sangat dekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.[3,4].
Tabel 2. Contoh Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena
saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang
jawabannya tertera pada tabel 2 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk
memilih moda baginya, kenyamanan sangat penting dibandingkan keamanan,
namun keamanan agak lebih penting dari biaya maupun waktu perjalanan.
Kepentingan relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight).
Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif
untuk masing-masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan
masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang
dinormalkan (normalized principal eigenvector) adalah identik dengan
menormalkan kolom-kolom dalam matrix perbandingan berpasangan. Ia
merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari
rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada
setiap barisnya.
Sebagai contoh, bobot relatif yang dinormalkan dari faktor keamanan
terhadap kenyamanan dalam tabel 2 adalah 5/21=0.23810, sedangkan bobot
relatif yang dinormalkan untuk factor biaya terhadap keamananan adalah
3/8.2 = 0.36585. Tabel 3 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang
dinormalkan dari contoh di tabel 2. Eigen vektor utama yang tertera pada
kolom terakhir tabel 3 didapat dengan meratarata bobot relatif yang
dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 3. Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level 2
Tabel 3. Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level 2
KONSISTENSI AHP
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor I terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuk semua i,j,k maka matrix tersebut konsisten.
Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu factor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistensi jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar.
Saaty [4] telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus
CI = Alfa maksimum -n / n -1
dimana :
C.I = Indek konsistensi
λmaksimum = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vektor utama. Sebagai contoh, menggunakan tabel 2 dan tabel 3, nilai eigen terbesar yang
diperoleh: CI = 4.16810 -4 / 4-1 = 0.05603
λmaksimum = 8.2 x 0.14732 + 21 x 0.04494 + 3.47619 x 0.31338 + 1.875 x 0.49436 = 4.16810
Karena matrix berordo 4 (yakni terdiri dari 4 faktor) , nilai indek konsistensi yang diperoleh:
Apabila C.I bernilai nol, berarti matrik konsisten. batas ketidakkonsistensi yang ditetapkan Saaty, diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam tabel 4. Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Dengan demikian, Rasio konsistensi dapat dirumuskan:
CR = CI/RI
Tabel 4. Nilai Pembangkit Random (R.I.)
Sebagai contoh, melanjutkan nilai-nilai dari responden yang tertera dalam tabel 2, nilai CR :
CR = 0.05603/0.90 = 0.06226
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. Perhitungan diatas dilanjutkan untuk level 3, sehingga diperoleh nilai eigenvektor utama dan C.R. pada setiap level dapat diperoleh. Bobot komposit dipergunakan untuk menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Rata-rata geometri digunakan untuk merata-rata hasil akhir dari beberapa responden. Program Expert Choice [7] merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu perhitungan dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP).
Kode programnya (dalam Matlab) :
function [EV, CR] = ahp(X)
% Jika msg = 1 maka ditampilkan waktu, jika 0 maka tidak
msg = 1;
% ———————————————————
[y, m, d, h1, m1, s1] = datevec(now);
% ———————————————————
% Menjumlah matrik per kolom
jml=sum(X);
n = size(X,1);
% membagi tiap nilai dengan jumlah nilai kolomnya
MatVec=zeros(size(X,1));
for x = 1:n
for y = 1:n
MatVec(x,y) = X(x,y) / jml(1,y);
end
end
% Eigen vector dihitung dengan jumlah per baris
EV = sum(MatVec’);
EV = EV / n;
% MENGHITUNG KONSISTENSI RASIO
% Menghitung Lambda Maksimum
LambdaMax = 0;
for x = 1:n
LambdaMax = LambdaMax + jml(x) * EV (x);
end
% Menghitung CI (Indeks Maksimum)
CI = (LambdaMax – n) / (n – 1);
% Konstanta Pembangkit Random (RI)
% nilai dari indek merupakan nilai
RI = [0;0;0.58;0.9;1.12;1.24;1.32;1.41;1.45;1.49];
% Hitung Konstanta Rasio, Jika kurang dari 10% maka kekonsistenan
% jawaban masih dapat diterima
CR = CI / RI(n);
% ———————————————————
% Hitung selisih waktu
[y, m, d, h2, m2, s2] = datevec(now);
s=0;
s=double(s);
[ h, m, s] = difftime(h1,m1,s1,h2,m2,s2);
if msg == 1
fprintf(‘Waktu yang digunakan %d:%d:%0.4f\n’,h,m,s)
end;
% ———————————————————
function [h, m, s] = difftime(h1,m1,s1,h2,m2,s2)
s = 0;
s = double(s);
if (s2 >= s1)
s = s2-s1;
else
s2 = s2 + 60;
s = s2-s1;
m2 = m2 – 1
end;
if (m2 >= m1)
m = m2-m1;
else
m2 = m2 + 60;
m = m2-m1;
h2 = h2 – 1
end;
h = h2 – h1;
% ———————————————————
Sumber : http://myteks.wordpress.com/2010/02/01/analitical-hierarchie-process-ahp/